KISAH SI PENEBANG KAYU
Pada saat dahulu, adalah seorang tukang kampak yang biasa menebang kayu di hutan dalam kesehariannya. Ia bekerja dengan tuannya untuk mencukupi kebutuhan harian keluarganya. Ia bekerja dari pagi hingga petang.
Pada suatu hari, ia bekerja seperti biasa dan biasanya dapat menebang 30 pohon dalam satu hari. Namun, saat itu, ia mendapatkan 25 kayu. Ia mengira mungkin itu hal yang biasa. Mungkin karena ia cukup kelelahan juga pada hari itu.
Keesokan harinya seperti biasa ia menebang pada pagi harinya. Namun, pada saat sore hari, ketika ia menghitung jumlah pohon yang ia tebang, ia agak sedikit terkejut karena jumlah pohon yang ia tebang juga agak sedikit berkurang, yaitu hanya 20 pohon. Ia kemudian berpikiran positif saja karena mungkin pada saat siang hari tadi cuaca agak panas dan ia juga agak cukup dalam dalam beristirahat. Kemudian ia pulang walaupun dengan hati yang agak sedikit kecewa, karena tentu saja penghasilannya pada hari itu agak sedikit berkurang.
Pada hari berikutnya, ia agak sedikit terkejut namun cukup membuatnya berpikir cukup keras karena pada hari itu ia hanya mendapatkan 15 pohon. Saat itu hari tidak terlalu panas, juga ia tidak terlalu lama dalam beristirahat. Ketika hendak pulang, ia mulai berpikir. Apa yang terjadi hari ini? Mengapa ia hanya mendapatkan pohon dengan jumlah yang tidak seperti biasa yang ia dapatkan? Sambil berpikir keras dengan hati yang agak gundah gulana, ia belum menemukan jawabannya. Ketika ia mengantarkan kayu kepada tuannya, ia memberanikan diri bertanya kepadanya dengan hasil yang ia dapatkan pada hari itu.
Dengan suara yang agak lemah dan parau, ia bertanya kepada tuannya. "O pak, saya ingin minta pendapat bapak dengan apa yang terjadi pada hasil kita hari ini. Ini sebenarnya sudah terniang pada beberapa hari yang lalu. Kira-kira menurut bapak, mengapa ya pohon kayu yang saya dapatkan semakin lama semakin berkurang seperti biasanya? Padahal waktunya sama, dan kecepatan tenaga saya ketika menebang rasanya tidak jauh berbeda seperti biasanya."
Kemudian, tuannya menjawab, "Baiklah. Tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya ingin bertanya kepada bapak, kira-kira kapan bapak terakhir kali mengasah kampak bapak?"
Bapak itu menjawab," Selama saya membeli kampak ini saya belum pernah mengasahnya sama sekali pak."
Bapak itu menjawab kembali, " Saya rasa itulah penyebabnya mengapa hasil tebangan bapak semakin lama akan semakin berkurang jadinya."
Kemudian Bapak itu menjawab berkata, " Terima kasih banyak pak, saya telah menemukan jawabannya. Sekali lagi terima kasih banyak pak"
Dengan perasaan senang, bapak penebang kayu pulang dengan berpuas hati karena telah menemukan jawabannya.
Dari kisah di atas, kita dapat mengambil hikmah bahwa sama halnya dengan belajar. Belajar tidak saja hanya pada saat mau ujian, atau tidak belajar lagi ketika sudah tamat sekolah. Belajar itu mestilah setiap saat, mulai dari buaian sampai akhir kelak. Kita mesti mengasah ilmu setiap saat seiring dengan perjalanan waktu. Karena ilmu semakin diasah akan semakin tajam, sama halnya dengan kampak pemilik bapak penebang kayu tersebut, yaitu jika tidak di asah akan semakin tumpul.
Belajar bisa dimana saja, tidak hanya di sekolah. Di luar sekolah juga kita bisa belajar. Di rumah, di lingkungan sekitar, atau bahkan di alam sekalipun. Ilmu yang sudah kita dapatkan alangkah baiknya langsung kita praktikan. Kita bisa mencari tahu untuk apa ilmu yang sudah kita dapatkan tersebut. Baik dengan menganalisanya sendiri, maupun dengan banyak bertanya kepada orang yang lebih tahu dan berpengalaman. Dan kita juga mengetahui, bahwa pengalaman merupakan guru yang terbaik. Dan jangan lupa, sebelum belajar apapun, jangan lupa pula berdo'a, agar ilmu yang kita dapatkan menjadi berkah dan bermanfaat, tidak hanya untuk diri sendiri, juga untuk orang lain.
Semoga artikel kisah di atas menjadi motivasi dan iktibar buat kita, agar kita senantiasa belajar. Semoga bermanfaat, mohon maaf atas segala kesalahan terima kasih atas segala perhatian. Wassalam.
Baca Juga : Time Management